Artikel
E-Litigasi di Era Revolusi Industri 4.0
Oleh : Istiqomah Sinaga, S.H.I,. M.H.
Hakim Pada Pengadilan Agama Sei Rampah
Perkembangan tekhnologi dan informasi di era digitalisasi saat ini menjadi suatu perubahan besar terhadap wajah peradaban dunia. Memasuki era revolusi industri 4.0, merupakan suatu tantangan tersendiri bagi segenap kementerian lembaga bahkan rakyat yang bersentuhan langsung dengan perkembangan tersebut untuk bisa bersaing dengan perkembangan itu sendiri. Peradaban berbasis kecanggihan tekhnologi, baik informasi komunikasi maupun kecerdasan buatan mau tidak mau telah menjadi keseharian manusia yang hidup dari perkembangan peradaban yang semakin canggih. Era revolusi industri semakin mendekatkan manusia kepada kecanggihan elektronik, dari bangun pagi sampai tidur kembali. Ketergantungan hidup manusia pada kecanggihan tekhnologi tersebut pada realitanya membantu kerja manusia dalam kehidupan sehari-hari, mulai kemudahan berbelanja secara online, pemesanan taksi secara online, pembayaran secara online, bahkan uang elektronik kini sudah terbiasa mewarnai keseharian manusia. Hal tersebut tentunya memberikan banyak waktu bagi manusia untuk berinteraksi dengan tekhnologi dan mengurangi interaksi manusia dengan sesama.
Kemudahan yang ditawarkan kecanggihan tekhnologi, kecerdasan buatan yang merupakan bagian dari revolusi industri 4.0 menjadikan penggunanya bergantung pada perkembangan tersebut. Interaksi manusia terhadap digital semakin meningkat sesuai kebutuhan manusia yang semakin kompleksitas. Ketergantungan manusia terhadap tekhnologi digital selain dilatarbelakangi oleh kemudahan transaksi yang hanya dengan berinteraksi langsung dengan perangkat elektronik tanpa harus keluar rumah, juga dilatarbelakangi oleh kebutuhan manusia yang secara mayoritas didominasi oleh perkembangan digital di era revolusi industri 4.0.
Mahkamah Agung sebagai lembaga independen yang dalam pelayanannya mengedepankan kemudahan bagi masyarakat pencari keadilan dengan asasnya Peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan menuntut sebuah inovasi terkini sebagai manifestasi dari keinginan Mahkamah Agung untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat pencari keadilan melalui badan peradilan di bawah Mahkamah Agung.
Pada 19 Agustus 2019 kemarin, Mahkamah Agung telah meluncurkan sebuah aplikasi E-Litigasi melalui Perma No. 1 tahun 2019 sebagai inovasi Mahkamah Agung dalam melakukan perwujudan asas peradilan yang menjadi salah satu dari beragam inovasi Mahkamah Agung dalam melakukan perubahan ke arah perwujudan visi Mahkamah Agung sebagai Badan Peradilan Indonesia yang Agung.
Rumitnya admininistrasi persidangan, lambatnya proses persidangan serta besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh para pihak menjadi latar belakang yang melahirkan e-litigasi setahun setelah diluncurkannya e-court yang bertujuan mempermudah masyarakat dalam mencari keadilan. E-court dan E-Litigasi adalah dua inovasi yang saling berkaitan, e-court terfokus pada administrasi pendaftaran, pembayaran dan pemanggilan para pihak, sementara E-Litigasi mencakup persidangan secara elektronik.
E-Litigasi digaungkan akan menjadi wajah baru peradilan moderen berbasis tekhnologi, dimana administrasi perkara meliputi pendaftaran perkara, pembayaran perkara, pemanggilan para pihak, serta persidangan meliputi penyampaian gugatan / permohonan / keberatan / bantahan / perlawanan / intervensi serta perubahannya, jawaban, replik,duplik, pembuktian, kesimpulan dan pengucapan putusan dilakukan secara elektronik. Secara elektronik dimaksudkan bahwa para pihak dengan Majelis yang menyidangkan perkara tidak berada pada satu ruangan yang sama seperti model persidangan yang selama ini dilakukan, dimana para pihak berada pada satu ruangan persidangan dengan pihak lain dan dengan Majelis yang menyidangkan perkara.
Era Revolusi Industri 4.0 tentunya menuntut segenap lapisan masyarakat, baik kementerian/lembaga bahkan Negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terkait dengan era digitalisasi. E-Litigasi bukanlah sebuah hal yang berbeda di era saat ini, kehidupan manusia yang sehari-hari bersentuhan dengan tekhnologi informasi dan kecerdasan buatan bahkan sebagian besar telah menjadikan tekhnologi menjadi suatu kebutuhan. Mahkamah Agung dalam pelayanannya melalui 4 Badan Peradilan dibawahnya dituntut untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selain memenuhi kebutuhan masyarakat di era tekhnologi digital saat ini, Mahkamah Agung juga dituntut untuk memenuhi kebutuhan modernisasi Pengadilan.
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut, Mahkamah Agung telah melahirkan beragam inovasi, salah satu inovasi terbaru yang dilahirkan lewat rahim Mahkamah Agung adalah inovasi aplikasi e-litigasi, yang membawa perubahan besar bagi praktik persidangan di Indonesia. Sebelumnya persidangan, baik dalam tahap administrasi perkara, persidangan, produk putusan, sampai dengan upaya hukum dilakukan secara manual, namun dengan inovasi aplikasi e-litigasi semuanya dilakukan secara elektronik. Tujuan diluncurkannya e-litigasi adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terkait dengan kemudahan dalam berperkara, baik dalam proses, maupun biaya dan untuk memenuhi kebutuhan modernisasi Pengadilan dalam memasuki era revolusi industri 4.0.
Secara rinci peluncuran e-litigasi terkait dengan kebutuhan modernisasi Pengadilan yang disampaikan dalam sosisalisasi Perma No. 1 Tahun 2019 meliputi tiga bagian, antara lain:
“arah pembaruan tekhnologi informasi yang mendukung seluruh proses kerja peradilan untuk mencapai efektivitas, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas”.
- Prioritas pemerintah
- Dorongan pemerintah agar pelayanan kepada publik berbasis tekhnologi
- Prioritas pemerintah dalam upaya peningkatan kemudahan berusaha di Indonesia
- Kebutuhan masyarakat
- Kebutuhan pelayanan yang lebih mudah, murah dan efisien
- Peningkatan produktivitas masyarakat yang ditopang kemudahan tekhnologi informasi.
Komitmen Mahkamah Agung untuk memberikan pelayanan yang prima berbasis tekhnologi diaplikasikan dengan dilahirkannya e-litigasi juga merupakan jawaban dari tuntutan pencari keadilan dan perkembangan zaman yang mengharuskan pelayanan administrasi perkara di pengadilan berbasis tekhnologi infromasi, selain itu Mahkamah Agung berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.
Dengan dilahirkannya e-litigasi di era revolusi industri 4.0, maka Mahkamah Agung telah melakukan manifestasi asas peradilan sederhana dan biaya ringan, selain itu juga Mahkamah Agung telah ikut serta melakukan modernisasi peradilan berbasis tekhnologi. Inovasi Mahkamah Agung tersebut, tentunya sejalan dengan perkembangan zaman saat ini, masyarakat yang sudah akrab dengan tekhnologi, dan kemudahan yang ditawarkan dengan inovasi ini menjadi menu favorit yang dihidangkan oleh Mahkamah Agung melalui 4 Badan Peradilan dibawahnya kepada masyarakat diawal tahun 2020.
Tentunya Mahkamah Agung dalam melahirkan e-litigasi sudah melihat kondisi sosial serta perkembangan zaman dan kesiapan masyarakat menerima e-litigasi. Namun, di era revolusi industri 4.0 saat ini, masyarakat sudah siap dengan kecanggihan elektronik yang akan mewarnai setiap aktivitasnya. Dengan demikian, meluncurkan e-litigasi di tengah perkembangan besar abad ini sebagai abad revolusi industri adalah suatu inovasi yang tepat, baik dari dukungan SDM maupun SDA nya.
Dengan demikian, optimisme segenap keluarga besar Mahkamah Agung terkait dengan keberhasilan e-litigasi ditunjang dengan perkembangan zaman era revolusi industri 4.0 menjadi titik awal yang baik bagi peluncuran e-litigasi yang telah serentak digunakan di 4 Badan Peradilan Agama per 1 Januari 2020, dengan keberhasilan e-litigasi tersebut akan memberikan wajah baru bagi modernisasi wajah Peradilan di Indonesia.
BIODATA PENULIS
Nama : Istiqomah Sinaga, S.H.I.,M.H.
TTL : Padangsidempuan, 20 Mei 1993
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Alamat : Perumnas Gardena, Desa Firdaus, Kec. Sei Rampah, Kabupaten Serdang
Bedagai, Sumatera Utara
Jabatan : Hakim Pratama Pengadilan Agama Sei Rampah
Satker : Pengadilan Agama Sei Rampah
Alamat Satker : Jalan Jend Sudirman, KM 58 Desa Firdaus, Kecamatan Sei Rampah,
Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara 20995.
DILEMA ANAK KORBAN PERCERAIAN
Ditulis oleh : Istiqomah Sinaga, S.HI.,MH
Hakim Pada Pengadilan Agama Sei Rampah
Dalam sebuah pernikahan tidak terlepas dari persoalan yang menghampiri. sepanjang pernikahan, berbagai masalah akan datang dan menguji kesetiaan pasangan, namun berapa banyak pasangan yang akan bertahan??.
Pengadilan Agama sebagai lembaga peradilan yang mempunyai kewenangan dalam mengadili perkara keluarga menjadi muara terakhir bagi persoalan suami istri yang tidak berhasil diselesaikan oleh keduanya, maupun oleh keluarga keduanya. Perkara cerai gugat maupun cerai talak menjadi perkara yang mendominasi di hampir seluruh Pengadilan Agama se-Indonesia, selain itu perkara tentang pengasuhan anak (Hadhanah) juga seringkali timbul dalam sengketa perceraian suami dan istri.
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 disebutkan bahwa pemeliharaan anak yang belum mumayyiz (belum berumur 12 tahun) adalah pada ibunya, sedangkan yang sudah mumayyiz diberikan hak untuk memilih apakah akan tinggal bersama ayah atau ibunya. Sebagai seorang anak tentu akan dilema ketika diminta untuk memilih antara ayah atau ibunya, secara psikologis anak akan tertekan dengan perceraian kedua orang tuanya kemudian ditambah dengan keputusan untuk memilih tinggal dengan siapa.
Dalam beberapa kasus, pemeriksaan anak dipersidangan untuk mendengarkan keterangan anak menentukan pilihan tinggal dengan siapa berujung dramatis, tidak sedikit anak yang menangis di persidangan dan tidak bisa memilih akan tinggal bersama ayah atau ibunya, melainkan meminta tinggal dengan keduanya serta menginginkan agar orang tuanya berdamai. Persidangan yang menghadirkan anak seringkali membuat haru, Majelis Hakim melakukan pendekatan emosional dengan anak terlebih dahulu kemudian menjelaskan kepada anak untuk menentukan pilihan dari hati tanpa intervensi dari siapapun, termasuk kedua orangtuanya. Tidak sedikit anak yang meluapkan emosi dan perasaannya di persidangan, kekecewaannya terhadap perceraian orangtuanya serta kenyataan yang harus ia terima sebagai anak dari orangtua yang bercerai. Peristiwa seperti ini seringkali terjadi, dan tentu hal tersebut merupakan gambaran dari psikologi anak yang tertekan.
Perceraian suami dan istri tidak hanya berdampak pada putusnya status pernikahan keduanya, namun ada anak-anak yang dikorbankan, pengasuhan yang dan pengawasan tumbuh kembang anak yang selama ini dilakukan berdua harus berakhir, dan anak tidak akan merasakan kehangatan kebersaman lagi. Disisi lain, dampak perceraian juga akan mempengaruhi kehidupan sosial anak, menyandang status sebagai anak dari orangtua yang bercerai tentu tidak akan mudah baginya.
Begitu dilematisnya seorang anak yang menjadi korban perceraian seharusnya menjadi pertimbangan bagi kedua orangtua untuk memutuskan berpisah, atau setidaknya menjadi pertimbangan bagi kedua orangtuanya sebelum meminta pengasuhan anak dalam petitum gugatan/permohonannya maupun dalam rekonvensinya jika memang pernikahan keduanya sudah tidak bisa dipertahankan. Seringkali dalam persidangan, Majelis Hakim mendamaikan para pihak dengan dalih untuk kepentingan anak, karena anak akan menjadi korban utama dari perceraian yang terjadi diantara keduanya, namun pada akhirnya angka perceraian masih saja tinggi.
Anak adalah investasi emas yang tidak ternilai, haruskah digadaikan hanya dengan ego yang masih bisa dikesampingkan???
1. Pilih Register Pengguna Terdaftar pada tautan
https;//ecourt.mahkamahagung.go.id.
2. Melengkapi Nama, Email dan Password
3. Mengaktivasi Akun Melalui Email Yang Didaftarkan. (Cek di Inbox atau Spam)
4. Login melalui https://ecourt.mahkamahagung.go.id menggunakan email dan password yang telah didaftarkan.
5. Melengkapi data Advokat, diantaranya Nama, Alamat Kantor, Nomor Telp/Fax, Nomor HP, Nomor Induk KTA, Organisasi, Tanggal Mulai Berlaku KTA, Tanggal Penyumpahan, Nomor BA Sumpah, Tempat Penyumpahan, Nomor KTP, Bank untuk Pengambilan Sisa Panjar, Nomor Rekening, Nama Akun pada Rekening.
6. Unggah Dokumen Pendukung (bertipe JPG/PDF), diantaranya Kartu Tanda Anggota (KTA), Berita Acara Sumpah, dan KTP.
1. Pilih Tujuan Pengadilan Pendaftaran Perkara
2. Pengguna Terdaftar Mendapatkan Nomor Registrasi Pendaftaran Perkara
3. Uggah Dokumen Surat Kuasa Yang Telah Bermeterai (file bertipe gambar/pdf) Serta Mengisi Judul File
4. Mengisi identitas para pihak, diantaranya Status Pihak (Penggugat/Tergugat)
Nama, Alamat, Nomor Telepon, Email, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan.
5. Unggah berkas perkara, diantaranya Surat Gugatan, Surat Persetujuan Prinsipal
(bertipe gambar/pdf, maksimal ukuran file 2MB).
6. Data Sudah Terekam dan Melanjutkan ke Proses Pembayaran Panjar Perkara
7. Mendapat Nomor Perkara